Esek-esek Binal (4)

Amal Salah di Sebuah Kebun

BAGI anak gaul, sohib-sohiban adalah segala-galanya. Jika sudah ketemu sohib paten, apa pun bisa rame-rame. Dalihnya, pinjamlah, nyobainlah, end laen-laen. Maka, muncullah istilah sabame alias satu batang rokok diisap rame-rame. Sagelme, satu gelas rame-rame untuk minum. Mereka bilang,  sesama teman harus saling bantu, saling tolong. Pokoknya,  solidaritas Bos! Tentu saja yang namanya solidaritas dengan tolong-menolong tergolong amal baik. Ustaz bilang, tergolong amal saleh yang kudu wajib dipelihare rame-rame, biar tua kaya raya, udeh mati go to surga. Wow, nyaman!
Akan tetapi, solidaritas tiga anak muda asal Majalengka,  Jabar,  ini punya cerita lain yang boleh jadi pikasebeleun para orangtua gadis. Bagaimana tidak, ketiga anak muda ini solidaritas dalam amal salah bukan amal saleh alias aksi cunihin bin esek-esek binal. Ah, yang bener?  Kagak percaya? Ini ceritanya.
Kita sebut saja yang punya lakon esek-esek binal kali ini adalah  Sardut, pemuda usia 20, warga Blok P, Desa Sbr Kln, Kec. Jt Tjh, Majalengka. Sebagai wong anom yang pasti berahinya tengah mendidih, tentu saja dia senantiasa proaktif ngasin alias mengendus cewek-cewek geulis plus bahenol nerkom kata orang Kadipaten mah. Tentu tak sembarang cewek yang ia bidik. Maksudnya, kalau ceweknya udah turun mesin,  ia  cuekin. Gengsi men, aku Sardut. Kecuali kalau kepepet, ya Dut?  Maka, lensa mata Sardut langsung fokus membidik mojang ABG yang dinilainya masih disegel.
Gayung besambut,  Sardut ketemu gebetan yang diidamkannya yaitu seorang ABG yang masih gres. Kita sebut saja Ayu. Ayu adalah siswi  sebuah SMP, penduduk satu kecamatan beda kampung dengan Sardut. Pedekate pun langsung dilakukan dan ternyata Ayu menyambut baik ajakan Sardut sebatas teman. Apa salahnya sih kenalan dengan sesama warga  kecamatan? Bukankah banyak teman pasti menyenangkan daripada banyak musuh yang tentu bakal ripuh. Itu prinsip Neng Ayu ketika didekati Sardut. Artinya ia tanpa punya kecurigaan apa-apa. Bersih.
Lain halnya dengan Sardut. Melihat mangsanya sudah pasrah sumerah alias please dong,  tak banyak cingcong lagi –misalnya memperkenalkan diri dan minta izin kepada orangtua Ayu atau lebih jauhnya survei apakah kalau mendekati Ayu bakal berjodoh atau tidak–, Mas Sardut mah estuning to the point  ngajak Ayu jalan-jalan.
Maka, pada Minggu malam (25/10/’09), meski dandan seadanya plus dompet cekak, Sardut begitu bersemangat mengajak Ayu.  Ayu pun tak berkeberatan. Hitung-hitung plesiran sekalian pamer pada orang kampung bahwa meski dia baru SMP, sudah ada calon pendamping. Emang, untuk ukuran kampung, usia Ayu sudah saatnya punya beubeureuh alias pacar meski tentu saja untuk menikah mah Ayu tak ingin buru-buru. Paling tidak ia harus sudah dewasa dengan cukup pendidikan paling tidak tamat SMP, syukur-syukur SMA.
Sembari jalan berdampingan, hidung Sardut teu cicingeun. Ia terus menghirup bau wangi perawan yang baru saja melepas bau kencurnya. Keringat yang menyebar dari tubuh Ayu menjadi aroma parfum kelas Paris yang tanpa disadari makin menggelorakan nafsu esek-esek Sardut.
Tadinya, Ayu membayangkan  bakal dibawa jalan-jalan ke mal, ke gedung bioskop, atau ke tempat romantis macam  taman kota. Eh, ternyata ini mah dibawa kukurubutan menuju kebun di kawasan Desa Pilangsari.
“Lo kok aku dibawa ke sini?” Ayu mulai curiga. Apalagi ketika tangan Sardut mulai kokod monongeun, alias palid, alias gentayangan ke tubuh sensitif Ayu..
“No problem say, ke kebun atau mal, tetap romantis. Justru di kebun benih-benih cinta kasih kita akan cepet mekar dan berbuah,” bujuk Sardut meluncurkan rayuan mautnya tanpa ragu end malu-malu.
“Tapi, di kebun takkan ada penjual bakso?” timpal Ayu yang tampaknya doyan bakso ini.
“Mudah saja, kita panggil tukang bakso jika ada yang lewat,” sahut Sardut tak kalah dalih meski sesungguhnya mengharap penjual bakso lewat ke perkebunan yang jauh dari kota bagai ngajul bentang ku asiwung. Abis siapa yang mau  jualan bakso ke kebun malam-malam? Genderewo juga kagak maueun jajan da teu punyaeun duit.
Kecurigaan Ayu kian menjadi-jadi saat sentuhan kasar tangan Sardut mulai kurang ajar. Dengan nafas tersenggal-senggal kayak serigala memburu mangsa, tanpa membuang-buang waktu Sardut  nekat mengajak Ayu untuk melakukan hubungan layaknya suami-istri. Orang  Jatitujuh bilang, nyakeudeung.
“Ayolah say, mungpung di kebun, mungpung tak ada orang, mungpung aku lagi bujangan tulen dan Ayu perawanan,” pinta Sardut  tak ubahnya bocah minta duit ama ortunya. Sambil gitu, Sardut mendekap  tubuh Ayu kuat-kuat.
Diperlakukan seperti itu yang jelas-jelas di luar skenario persohiban, keruan Ayu berontak. Tak ayal, dengan keberaniannya ia menerjang tubuh Sardut.
“Apa-apaan sih kamu? Kita belum nikah? Tidak boleh, harom tahuk?” Ayu berontak. Namun, Sardut yang tampaknya sudah tak tahan terus memaksanya. Ayu bertahan sekuat tenaga. Daripada diperkosa Sardut, lebih baik melawan apa pun yang bakal terjadi. Dahsyatnya perlawanan  Ayu, nafsu esek-esek Sardut bukannya melemah, melainkan tambah binal bin edan meski ia sendiri benar-benar tak berdaya menaklukkan Ayu yang mendadak menjadi Srikandi.
Namun,  Sardut tak ingin kehilangan kesempatan yang belum tentu ditemuinya pada saat lain. Serta merta ia  ngahuit  (kode memanggil orang dengan siulan khas).
Ternyata, itu  bukan sembarang siulan, melainkan siulan kode pengundang balabantuan. Benar saja, beberapa saat kemudian dari semak-semak  nan temaram muncul dua sosok remaja, kita sebut saja Dugul (14) dan Dogol (14) yang masih siswa SMP. Dugul dan Dogol sudah tahu apa yang harus dilakukan. Maka, tak banyak cingcong lagi keduanya mendekati Ayu, menangkapnya lalu merebahkan tubuh gadis yang mulai kedodoran itu. Lalu, keduanya ngarejengan Ayu sekuat tenaga sehingga Ayu pun tak berdaya. Sementara Sardut yang nafsu esek-eseknya gede, tetapi tak mampu menaklukkan awewe, itu tertawa ngakak saking bungah. Saat itulah dengan santainya ia menodai  kegadisan Ayu sepuas-puasnya.
Sardut dan kedua rekannya menyangka ulah mereka aman-aman saja. Padahal, aksi busuk bujangan kadut itu sudah diincar warga.  Kalo sudah gitu, tak ampun lagi mereka dicokok pihak berwajib setelah menerima laporan dari warga bahwa di sebuah kebun ada amal salah berupa pornoaksi end pornopaksa. 
Tak ayal, solidaritas esek-esek mereka pun berakhir di jeruji tahanan. Atas perbuatan ketiganya, para tersangka dijerat Pasal 81 UU Perlindungan Anak junto Pasal 550 dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
Itulah solidaritas esek-esek yang tentu saja sangat menyebalkan. Menolong orang kesusahan memang baik dan harus dilakukan, tetapi menolong orang  untuk pornopaksa meski itu teman, tentu saja amat terlarang. Camkan peringatan Allah SWT, “Tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan, dan janganlah tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan.”
Akan tetapi, kalau Anda sebagai remaja yang pastinya punya nafsu esek-esek binal sehingga mau meniru esek-esek model Sardut, ya terserah. Asal siap saja diancam hukuman 15 tahun penjara. Bayangkan, di penjara itu jangankan 15 tahun, sehari pun bakal tersiksa. Maka, alangkah lebih baiknya jika  hasrat berahi Anda disalurkan pada jalan yang benar dengan cara menikah, biar aman, nyaman, dan menyelamatkan. Lebih jauhnya, oleh Allah akan diberi bonus,  anak keturunan yang sah dan tak bermasalah. Okay Bos? (Direka ulang oleh Fendy Sy. Citrawarga dari berita HU “Pikiran Rakyat” edisi Rabu, 28 Oktober 2009).***